1.
Mempengaruhi Perilaku
a.
Definisi pengaruh
Menurut kamus bahasa indonesia, pengaruh adalah
[n] daya yg ada atau timbul dr sesuatu (orang,
benda) yg ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang: besar
sekali -- orang tua thd watak anaknya.
Menurut
Norman Barrey (dalam Budiardjo, 2008) pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang
jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat
dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang
terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya (influence is a type of power in that a person who is influenced to act
in a certain way may be said to be caused so to act, even though an overt
threat of santions will not be the motivating force)
(Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar
Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama)
b.
Kunci-kunci perubahan perilaku
Perubahan
merupakan peralihan kondisi yang tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang
berubah adalah masyarakat yang terdiri dari individu berkepribadian (personality) baik. Personality tidak dibentuk dari performance
dan style seseorang, melainkan dari
adanya daya intelektual dan perbuatan. Selanjutnya, tidak hanya membentuk saja,
tapi juga disertai upaya menjadikan personality
tersebut berkualitas. Oleh karena itu kunci perubahan masyarakat adalah
membentuk daya intelektual dan perbuatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, sehingga terjadilah perubahan perilaku yang secara otomatis
diikuti dengan perubahan masyarakat.
Bentuk personality tersebut adalah
perilaku. Perilaku dibentuk dari keterkaitan antara daya intelektual dan
perbuatan. Artinya, bagaimana dia berpikir begitulah dia berbuat, dan
sebaliknya. Daya intelektual adalah potensi alamiah manusia yang telah
diberikan oleh Tuhan dengan maksud agar manusia dapat menjadi khalifah di muka
bumi, sekaligus menjauhkan dirinya dari berperilaku seperti binatang. Daya
intelektual ini bisa disebut dengan ‘idealisme’.
Sementara
itu, perbuatan adalah aktualisasi kecenderungan manusia terhadap apa yang
dipikirkan. Perbuatan yang lahir tidak atas idealisme seseorang bukan merupakan
cerminan perbuatan yang dimaksud. Sekali lagi, hal yang kita inginkan adalah
perilaku yang tunggal, bukan ganda. Artinya, perbuatan terbentuk dari idealisme
yang satu. Jika perbuatan terbentuk dari idealisme lain-lain berarti personality individu
tersebut ‘gado-gado’ atau tidak jelas, bahkan lahir sosok skeptisisme
(munafik). Daya intelektual disatukan dengan perbuatan akan melahirkan
idealisme sejati.
Perilaku
yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui
berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan
tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perubahan masyarakat akan
berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya ada interaksi
sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.
c.
Model mempengaruhi
orang lain & perannya dalam psikologi manajemen
Model-model
atau jenis-jenis perilaku mempengaruhi orang lain, terbagi ke dalam beberapa
macam, di antaranya :
·
Logical
Argument (Logos)
Pendekatan
berdasarkan logical argument merupakan penyampaian ajakan menggunakan
argumentasi sebuah data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung oleh
komponen data.
·
Psychological
atau Emotional Argument (Pathos)
Pendekatan
berdasarkan Psychological atau Emotional Argument merupakan penyampaian
pendekatan ajakan menggunakan efek emosi positif dan negatif. Misalnya saja
dalam iklan yang menyenangkan, lucu dan maupun yang membuat kita berempati itu
termasuk dalam menggunakan pendekatan Psychological
Argument yang bersifat positif. Sedangkan iklan yang biasanya membuat kita
muak, marah, menjenuhkan, itu termasuk pendekatan Psychological Argument dengan
efek emosi yang negatif.
·
Argument
Based On Credibility (Ethos)
Teknik
pendekatan seperti ini biasanya merupakan ajakan atau arahan yang akan diikuti
oleh komunikate atau audiens, karena komukiator mempunyai kredibilitas sebagai
pakar dalam bidang tersebut. Seperti contoh saat kita berobat dan
menuruti medis dari dokter, menuruti kemauan seorang pesulap, atau mematuhi
perintah dari dosen untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Mengapa demikian
karena hal ini semata-mata karena anda mempercayai kepakaran seseorang dalam
bidangnya.
Peran
hal ini dalam psikologi manajemen menurut saya terlihat dalam metode persuasif yang
digunakan oleh para sales dan marketing. Dimana mereka harus mempengaruhi
orang lain secara kognisi dan perilaku.
d.
Wewenang & peran
wewenang dalam manajemen
Wewenang
merupakan kemampuan yang diterima untuk mengambil keputusan dan untuk
mendelegasikan suatu tundakan (atau tidak).
(Clegg, Brian. 2006. Instant
Motivation 79 Cara Instan Menumbuhkan Motivasi. Jakarta : Esensi)
2.
Kekuasaan
a.
Definisi Kekuasaan
Menurut
Max Weber kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok untuk
menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannnya sendiri dengan sekaligus
menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau
golongan-golongan tertentu.
(Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan.
Jakarta: Balai Pustaka)
b.
Sumber-sumber Kekuasaan Menurut French
dan Raven
French
dan Raven (dalam Sarlito, 2005), menyusun sebuah kategorisasi sumber kekuasaan
ditinjau dari hubungan anggota (target) dan pemimpin (agen).
Untuk
lebih jelasnya mengenai kelima kategori tersebut, berikut penjabarannya
·
Kekuasaan Imbalan atau Ganjaran (Insentif Power)
Kemampuan
seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena
kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan
legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik
maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin
sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan
kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi
perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.
·
Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan
imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk
menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak
menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang
dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak
baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang
bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya
patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang
mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan
konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan
bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di
muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak
sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman
adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan
atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.
·
Kekuasaan Resmi (Legitimate Power)
Kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang
tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih
rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi,
misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula.
Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat
seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi
sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan
memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan
memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang
melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut
tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini
akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku
dalam organisasi yang bersangkutan.
·
Kekuasaan Keahlian (Expert Power)
Seseorang
mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi.
Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain
dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit
mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang
dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan
legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi,
karena posisi yang didudukinya. Contohnya ; Pasien – pasien dirumah
sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang
dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit.
·
Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan
diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau
perilaku orang yang bersangkutan. Kharisma orang yang bersangkutan adalah basis
kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli,
penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin
karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (faktor
atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi
yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain,
tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan
memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh
spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai
katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti
dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin
dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung
Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden
seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar lainnya.
(Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan.
Jakarta: Balai Pustaka)
3.
Teori-Teori
Leadership
a.
Definisi leadership
Kepemimpinan
(leadership) adalah kemampuan seseorang
yaitu pemimpin untuk mempengaruhi orang
lain yaitu yang di pimpin atau pengikut-pengikutnya sehingga orang lain
tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.
Menurut Hemhiel and Coons (dalam FIP-UPI, 2007) kepemimpinan adalah perilaku
dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu
tujuan yang akan di capai bersama (shared goal).
(Sumber : Hand Book FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.
Bandung : Imperial Bhakti Utama)
b.
Teori-teori
kepemimpinan partisipatif
· Teori
X dan Y dari Douglas Mc Gregor
Pada
tahun 1960, Douglas MC Gregor mengidentifikasikan dua sudut pandang tentang
manajemen, yang dianut dalam tingkatan manajemen. Dua sudut pandang itu,
disebut dengan Teori X dan juga Teori Y. Orang dari tipe X adalah orang
yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang tidak mau dibebani tanggung
jawab. Sebaliknya orang dengan tipe Y adalah orang yang suka bekerja dan senang
mendapat tanggung jawab. Orang tipe Y adalah orang yang memiliki motivasi kerja
proaktif, sedangkan orang dari tipe X adalah orang yang memiliki motivasi kerja
yang reaktif.
(Sumber : Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia)
· Teori
sistem 4 dari Rensis Likert
Teori
Empat Sistem (bahasa Inggris : Four Systems Theory) adalah salah
satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan
antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis Linkert dari
Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan
struktur organisasi. Bila seseorang memperhatikan dan memelihara
pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen
berlangsung dalam empat sistem:
a. Sistem pertama
Sistem
yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan
tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan
terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan
pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman
dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas
kebawah.
b. Sistem Kedua
Sistem
yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan
karyawan.
c.
Sistem Ketiga
Sistem
konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan.
d.
Sistem Keempat
Sistem
partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan
· Theory of Leadership Pattern Choice
dari
Tannebaum & Schmidt
Teori
ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt.
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa
pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang
menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan
cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku
demokratis.
Perilaku
otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau
wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.
Perilaku
demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang
yang berawal dari bawahan.
Menurut
teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
a.
Pemimpin membuat dan mengumumkan
keputusan terhadap bawahan (telling).
b.
Pemimpin menjualkan dan menawarkan
keputusan terhadap bawahan (selling).
c.
Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang
pertanyaan.
d.
Pemimpin memberiakn keputusan tentative
dan keputusan masih dapat diubah.
e.
Pemimpin memberikan problem dan meminta
sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
f.
Pemimpin menentukan batasan-batasan dan
minta kelompok untuk membuat keputusan.
g.
Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi
dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
Jadi,
berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak
dari dua pandangan dasar:
a.
Berorientasi kepada pemimpin.
b.
Berorientasi kepada bawahan.
· Modern Choice Approach to
Participation
Konsep
Decision Tree of Leadership dari
Vroom & Yetton
Salah
satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd
para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin
adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan
melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan
dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg
tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa
partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan
kerja, mengurangi stress, dan meningkatkanproduktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a.
AI (Autocratic)
Pemimpin memecahkan
masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang
ada.
b.
AII (Autocratic)
Pemimpin memperoleh
informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan
unilateral.
c.
CI (Consultative)
Pemimpin membagi
permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat
keputusan secara unilateral.
d.
CII (Consultative)
Pemimpin membagi
permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah
itu membuat keputusan secara unilateral.
e.
GII (Group Decision)
Pemimpin membagi permasalahan
dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh
melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam
memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin
perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah
kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki
informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah
permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan
penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk
efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan
menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
a.
Normative
Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality(Vroom
& Yetton, 1973).
b.
Leader
Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan
anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu
sendiri, eleminasi gaya autucratic.
c.
Goal
Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan
bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi
tertinggi.
d.
Unstructured
Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk
anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur,
eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
e.
Acceptance
Rule:
Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif,
eliminasi gaya autocratic.
f.
Conflict
Rule:
Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan
mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran,
eliminasi gaya autocratic.
g.
Fairness
Rule:
Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka
gunakan gaya yang paling partisipatif.
h.
Acceptance
Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan
belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling
partisipatif.
Model
ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai
situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus
utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini
terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh
membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal
yang harus diperhatikan :
a.
Beberapa proses sosial mempengaruhi
tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah
b.
Spesifikasi kriteria untuk menilai
keefektifan keputusan yang termasuk dalam keefektifan keputusan
antara lain : kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan
waktu.
c.
Kerangka untuk menggambarkan perilaku
atau gaya pemimpin yang spesifik.
d.
Variabel diagnostik utama yang
menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.
·
Contingency
Theory of Leadership
Model
contingency dari kepemimpinan yang
efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, tinggi rendahnya
prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan
sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi
tertentu.
Favourableness Situasional, yaitu
sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu,
ditentukan oleh tiga variabel situasi, yaitu :
a.
Hubungan Pemimpin-Anggota
Hubungan
pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
b.
Tugas Struktur
Derajat
struktur dari tugas yang diberikan pada kelompok untuk dikerjakan. Ciri ini
ditaksir melalui empat skala pengharkatan yang dikembangkan oleh Shaw, yaitu
skala tentang Goal Charity, Goal
Path Multiplicity, Decission Verifiability dan Decission specificity.
c.
Kekuasaan Kedudukan ( Posisition Power)
Kekuasaan
dan kewenangan yang berkaitan dalam kedudukannya. Besar kecilnya variabel ini
diukur dengan suatu Cheklist, yang disusun
(Munandar, A.S. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia)
· Path Goal Theory
Teori
ini dikembangkan oleh Robert House. Inti teori ini adalah bahwa merupakan tugas
pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain
yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan
mereka. Istilah jalan tujuan berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang
efektif semestinya bisa menunjukan jalan guna membantu pengikut-pengikut mereka
mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan
mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangan.
(Munandar, A.S. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia)
4.
Motivasi
a.
Definisi Motivasi
Menurut
Weiner (dalam Effendi, 2008) motivasi adalah sebagai kondisi yang membangkitkan
kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita
tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.
(Effendi, N.F.S. 2008. Pendidikan
dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika)
b.
Teori Drive Reinforcement
Teori reinforcement berhubungan dengan
teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini
mempunyai dua aturan pokok yakni aturan pokok yang berhubungan dengan
pemerolehan jawaban-jawaban yang benar. Aturan pokok lainnya berhubungan
dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Pemerolehan
dari satu perilaku menuntut adanya satu pengukuhan sebelumnya. Pengukuhan dapat
terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang diinginkan) atau
negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang diinginkan telah
diberikan), tetapi organisme harus membuat kaitannya antara aksi atau
tindakannya dengan akibat-akibatnya.
(Munandar,
A.S. 2001. Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia)
c.
Teori Harapan
Sejak
dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh ahli
lain, antara lain oleh Porter dan Lawler. Berdasarkan pengembangan lebih lanjut
dari model Porter dan Lawler (1968). Model harapan yang diajukan oleh Lawler
mengajukan empat asumsi :
· Orang
mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-pengeluaran yang portensial
dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain setiap hasil-keluaran alternatif
mempunyai harkat (Valence = V), yang mengacu bagi ketertarikannya seseorang.
Jika disadari maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak
disadari,motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.
· Orang
mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (Effort = E) mereka
akan mengarah ke perilaku unjuk kerja (Performance = P) yang dituju.
· Orang
mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes =
O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan
dalam rumusan harapan P-O.
· Dalam
setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan
tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan
oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang
pada saat itu.
· Model
harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivai seseorang dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Indeks
Motivasi = Jml {(E-P)x Jml[(P-O)(V)]}
(Munandar, A.S. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia)
d.
Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow
menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia secara hirarki, yang terdiri
atas dua kelompok, yaitu kelompok defisiensi dan kelompok pengembangan.
Kelompok defisiensi secara hirarki adalah fisiologis, rasa aman, kasih sayang
dan penerimaan serta kebutuhan akan harga diri. kelompok pengembangan mencakup
kebutuhan aktualisasi diri (Ahmadi dan Supriyono, 1991)
Mangkunegara
(2005), menjabarkan hirarki maslow sebagai berikut :
·
Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan
akan pemenuhan unsur biologis, kebutuhan ini berupa : kebutuhan makan, minum,
bernapas, seksual, dan sebagainya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang
paling mendasar.
·
Kebutuhan akan rasa man, yaitu kebutuhan
perlindungan dari bahaya dan ancaman lingkungan.
·
Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta,
yaitu, kebutuhan untuk di terima dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi,
mencintai dan dicintai.
·
Kebutuhan akan harga diri, yaitu
kebutuhan untuk dihormati dan dihargai.
·
Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu
kebutuhan untuk menggunakan kemampuan (skill) dan potensi serta berpendapat
dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.
(Effendi, N.F.S. 2008. Pendidikan
dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika)
Hubungan antara keempat
teori di atas dengan Psikologi Manajemen serta implikasi praktisnya
1. Mempengaruhi
orang lain merupakan metode yang dapat digunakan dalam dunia Psikologi
Manajemen, misalnya dalam dunia marketing
atau sales melalui metode
persuasif.
2. Kekuasaan,
tentu saja hal ini pun sangat berkaitan erat. Rasa berkuasa memiliki nilai
positif dalam psikologi manajemen. Diperlukan untuk seorang pemimpin dalam
mengatur atau me-manage perusahaan
yang ia pimpin.
3. Kepemimpinan.
Sama halnya dengan kekuasaan, kepempinan pun jelas sangat berkaitan. Seorang
pemimpin yang tegas dan dapat mengatur segala sesuatunya sangat diperlukan
dalam suatu industru dan organisasi.
4. Teori-teori
motivasi seperti diuraikan di atas sangatlah diperlukan oleh semua kalangan
masyarakat, terlebih dalam dunia industri dan organisasi. Motif serta motivasi
dari internal maupun eksternal dibutuhkan untuk selanjutnya dilakukan manajemen
diri atau pribadi mereka dalam melaksanakan setiap pekerjaan mereka. Di dalam
ilmu psikologi, pembelajaran tentang motivasi akan dibahas lebih lengkap dan detail.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar