Jumat, 07 Juni 2013

CINTA DAN PERKAWINAN



      A.    Deskripsi Cinta dan Perkawinan
Waduh, kali ini saya diminta untuk mendeskripsikan apa itu cinta dan perkawinan. Sebetulnya jujur saja menjelaskan hal ini cukup rumit. Karena definisi tentang cinta saja sangat banyak dan subjektif. Setiap orang dapat mendeskripsikan secara berbeda – beda. Menurut saya pribadi, cinta itu rasa mengasihi, rasa nyaman dan ingin selalu dekat. Sangat sulit dijelaskan karena hanya bisa dirasakan. Sedangkan perkawinan adalah kebersamaan hidup pasangan di dalam satu atap dan satu tujuan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Perkawinan sebaiknya harus didasari oleh cinta. Karena cinta dapat menjadi pondasi yang kuat bagi sebuah perkawinan. Di dalam perkawinan selalu ada berbagai cobaan serta masalah – masalah yang terkadang dipikir sulit untuk diselesaikan. Namun dengan adanya cinta, semua akan selalu kembali dengan baik. Emosi pun akan teredam jika cinta sudah mengingatkannya akan sebuah perkawinan yang baik menurut masing – masing orang dan menurut Allah SWT.

      B.     Cara Memilih Pasangan
Kebebasan itu memang omong kosong. Tak ada kebebasan untuk memilih, termasuk memilih pasangan hidup. Seringkali orangtua kita sibuk untuk memilihkan pasangan yang terbaik. Namun terbaik untuk mereka belum tentu terbaik untuk anaknya. Yang terpenting adalah kita harus memiliki kecocokan dengan orang tersebut. Akan lebih nyaman lagi jika kita memiliki kesamaan opini, kepribadian, hobi atau yang lainnya. Meskipun kesamaan itu sulit untuk didapatkan, namun kita tidak boleh terhenti hanya karena perbedaan. Jadikanlah perbedaan itu sebagai variasi dalam suatu hubungan. Yaa.. memang mengesalkan ketika kita berdebat dengan pasangan kita. Tak akan ada hubungan yang sempurna. Maka janganlah terus menerus menuntut kesempurnaan yang tak akan pernah kamu dapatkan itu!

 C.    Seluk Beluk dalam Hubungan Perkawinan
Banyak sekali hal yang terjadi dalam hubungan perkawinan. Karena menyatukan dua individu yang berbeda itu sangat sulit dan selalu menimbulkan perbedaan pendapat dan ketidaksetujuan akan sesuatu. Seperti sudah saya jelaskan sebelumnya. Kita tidak bisa selalu menuntut kesempurnaan. Maka yang bisa kita lakukan adalah menjadikan kekurangan pasangan itu sebagai bagian dari kehidupan kita dan menerimanya dengan ikhlas serta selalu berusaha untuk tidak menjadikan semua itu sebagai masalah.
Dalam hubungan perkawinan, harus ada pemenuhan peran. Laki – laki sebagai suami dan wanita sebagai istri. Suami berkewajiban untuk menafkahi keluarga yaitu istri dan anak – anaknya. Suami bertugas untuk mengayomi serta melindungi keluarganya dari segala hal yang bersifat buruk. Sehingga keluarga merasa aman jika ada peran kepala keluarga. Istri bertugas untuk melayani suami, taat dan berbakti terhadap suami. Satu catatan penting yaitu keberhasilan seorang suami tidak akan ada tanpa peran seorang istri. Seringkali istri dipersalahkan akan masalah – masalah yang ada dalam kehidupan rumah tangga. Disitulah istri merasa terpojokkan. Maka pada masa kini banyak sekali wanita yang ingin memberlakukan emansipasi wanita. Bahwa wanita itu tidak harus selalu dipersalahkan. Saat ini para istri banyak yang bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Selain membantu suaminya bekerja, hal tersebut pun dilakukan untuk mempertahankan harga diri wanita yang sering terinjak – injak hanya karena wanita terlalu tergantung kepada suaminya. Kehidupan perkawinan itu memang selalu rumit. Oleh karena itu semua kembali kepada kesabaran masing – masing orang untuk menjalaninya demi mempertahankan keutuhan keluarga.

D.   Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
( Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP))

E.  Perceraian dan Pernikahan Kembali
Hal inilah yang sering ditakuti. Sangat menyeramkan bagi saya untuk membahasya. Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
( Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP))

E.     Single Life
Hidup di dalam kesendirian memang tidak mudah untuk dijalani. Namun ini adalah suatu pilihan yang diambil di kala orang sudah putus asa untuk membina suatu hubungan perkawinan. Misalnya seorang wanita yang sudah lebih dari satu kali menikah dan gagal. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak bersuami dan mengurus anak – anaknya sendiri. Ia merasa mampu karena ia pun seorang wanita karir yang memiliki penghasilan yang cukup. Namun meskipun demikian, seseorang yang menjalani single life pasti mengalami loneliness atau rasa kesepian. Terlebih ketika ia sudah lanjut usia dan anak – anaknya sudah berkeluarga.


CONTOH FENOMENA TENTANG PERKAWINAN
Cerita ini saya ambil dari pengalaman seseorang di lingkungan sekitar saya yang tidak bisa saya sebutkan. Berawal dari perkenalan seorang perempuan dengan seorang pria. Sebut saja perempuan itu berinisial P. P dikenalkan dengan pria berinisial L oleh salah satu temannya. Lama kelamaan mereka semakin dekat dan akhirnya berpacaran hingga 7 tahun. Merekapun menikah dan dikaruniai 1 anak perempuan dan 1 anak laki – laki. Setelah berjalan 5 tahun menikah, L ketahuan berselingkuh. Pertengkaran terus terjadi sampai akhirnya perceraian pun tak bisa terelakan. Anak mereka lah yang menjadi korban. Kepribadian anak – anaknya tidak terbentuk dengan baik. Mereka tumbuh menjadi anak yang tidak sopan, manja dan selalu menuntut hal – hal yang tidak sepantasnya diminta oleh anak seusianya. Seiring berjalannya waktu, P menikah kembali dengan seorang pria namun pernikahannya itu pun gagal. Akhirnya P memutuskan untuk hidup sendiri mengurus kedua anaknya.
Tanggapan saya terhadap cerita di atas yaitu :
Ternyata waktu 7 tahun tidak cukup untuk mengenal seseorang. Butuh waktu seumur hidup untuk benar – benar memahami kepribadian orang. Perceraian memang bukan hal yang baik dan harus dihindari. Karena kehidupan pun akan lebih buruk setelah terjadinya perceraian jika kita tidak bisa mengelola hidup dan mengatasi masalah – masalah yang terjadi dengan baik dan benar. Anak – anak yang menjadi korban perceraian akan sangat membutuhkan pembinaan yang lebih terutama dari orangtuanya. Pernikahan kembali pun terkadang bukan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada anak – anak dan keluarga. Pihak lain terkadang tidak dapat memahami dan membantu untuk mendidik anak – anaknya. Karena bagaimanapun juga orang lain itu bukan orangtua biologis si anak. Jika sudah seperti itu, hanya penyesalan lah yang terjadi.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar